Monday, May 15, 2006

Pentingnya Pendidikan Open Source

Untuk mendukung persiapan sumber daya manusia yang menguasai open source software di wilayah Asia, CICC (Center of the International Cooperation for Computerization) perwakilan Singapore, telah mengadakan workshop yang bertema Asia Open Source Software di Singapura pada tanggal 25 – 30 Juli 2005 yang diikuti oleh 42 peserta dari 11 negara Asian. Tujuan dari kegiatan ini adalah mempersiapkan tenaga pengajar profesional yang mampu membagikan keahlian seputar open source
software kepada masyarakat lain di negaranya masing-masing.
Materi-materi yang disampaikan tidak hanya meninjau dari teknik administrasi dan pemakaian open source software, namun juga menyentuh isu-isu seputar legalisasi (lisensi) dari produk-produk open source software dan contoh model kurikulum keahlian (skill set) open source.
Berdasar hasil diskusi pada acara tersebut, secara umum pemerintah di setiap negara Asian, termasuk Indonesia, memiliki semangat dan harapan untuk penerapan open source software. Secara khusus di Indonesia, semangat pemerintah telah dibuktikan dengan mencanangkan program IGOS (Indonesian Go Open Source) pada Juli 2004. Dan pada tahun 2005 ini, pemerintah mewujudnyatakan program tersebut dengan menyebarkan distro Linux Merdeka secara gratis, selain berbagai kegiatan workshop, seminar dan simposium untuk menunjang program IGOS.
Produk-produk dari gerakan open source, tidak hanya akan memberikan keuntungan efisiensi dan penghematan, namun juga dapat menjadi suatu cermin kemandirian negara kita dalam pengembangan suatu produk perangkat lunak yang dikerjakan oleh seluruh anak bangsa sebagai satu kesatuan komunitas yang saling terbuka. Sebenarnya, pemerintah menyadari hal tersebut. Untuk itu dimulailah pengembangan distro Linux hasil karya anak bangsa yang diberi judul WinBi (http://www.software-ri.or.id/winbi), walaupun terkesan tersendat-sendat oleh karena berbagai alasan.
Cukup membanggakan, bahwa negara kita juga peduli dengan gerakan open source software. Hanya saja, akan lebih baik jika pemerintah kita memiliki suatu cetakan biru rencana pembangunan infrastruktur teknologi informasi secara nasional yang baru, mengingat sampai saat ini gema Nusantara 21 semakin tenggelam diterpa berbagai kasus yang menimpa negara kita tercinta ini.
Gaung distro WinBi “buatan dalam negeri” inipun, saat ini tidak sehiruk pikuk seperti beberapa bulan lalu ketika isu razia pemakaian software ilegal marak. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita belum mengerti dan belum siap menerima produk Linux dan open source software lain. Contoh yang sederhana saja, ketika sebuah warnet beralih ke Linux, tiba-tiba dalam beberapa hari sepi pengunjung. Usut punya usut, alasan terbanyak adalah karena pengunjung tidak bisa menggunakan Linux. Wow, begitu mendalamnya kekuatan produk komersial, seperti Microsoft Windows, ditengah-tengah masyarakat kita.
Sebenarnya permasalahan tersebut tidak hanya di Indonesia. Dari diskusi pada saat kegiatan workshop Asia OSS tersebut, di beberapa negara Asian pun terjadi hal serupa. Sekali lagi dalam pembahasan open source software ini, tidaklah menyangkut apakah gratis atau membayar, namun yang terpenting adalah open source memiliki semangat gerakan yang terbuka dan adanya kebersamaan dalam membangun sesuatu. Penulis berpendapatan hal itulah yang terpenting.
Salah satu strategi agar budaya open source ini melekat di masyarakat kita, dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman dan pendidikan, baik melalui media cetak, elektronik, di sekolah, warnet atau dimanapun yang memungkinkan, selain terus menumbuhkan kebiasaan dalam pemanfaatan produk open source. Semisal, di dalam setiap kampus, disediakan beberapa terminal akses internet yang menggunakan produk open source software. Dan sangat dimungkinkan jika dibuat beberapa subyek matakuliah/mata pelajaran, baik di tingkat SMU/SMK ataupun di perguruan tinggi, tentang skill set yang dibutuhkan untuk mempersiapkan seseorang memasuki lingkungan gerakan open source. Dan patut kita banggakan bahwa semuanya itu sudah tertuang dalam strategi, action plan dan deklarasi bersama IGOS (http://www.igos.web.id).
Terakhir yang tidak kalah penting adalah ketrampilan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Hal ini perlu, mengingat komunitas open source melibatkan semua pihak, tidak pandang usia, jenis kelamin, ataupun dari negara mana.

2 comments:

philryan said...

nice article
mungkin lebih baik bila tiap instansi pemerintah mulai menggunakan produk open source, dan tentu pengenalan open source pada tingkat usia sekolah sangat perlu.

Anonymous said...

Memang betul, dengan demikian maka bisa mendorong kreatifitas yg lebih luas bagi sdm-sdm di Idonesia khususnya dalam hal-hal yg 'legal' dan mulai membuka kesadaran ttg penghargaan terhadap suatu karya / kekayaan intelekual.Juga menyuburkan iklim kompetisi bidang OS dan membatasi dominasi atau bahkan monopoli pada satu produk saja.